Menilik Human Trafficking di Indonesia


Pada bulan Desember 2000, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa menandatangani dan menetapkan “
Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, especially Women and Children” (“Protokol untuk Mencegah, Menekan dan Menghukum Perdagangan Manusia, khususnya Perempuan dan Anak-Anak”) atau lazim dikenal sebagai Trafficking Protocol (Protokol Perdagangan). Protokol tersebut merupakan komponen penting dari Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa terhadap Kejahatan Terorganisir Lintas Negara. Protokol tersebut juga menetapkan definisi perdagangan manusia yang diakui di seluruh dunia dan pada saat yang sama menjadi perangkat universal pertama yang mengikat secara hukum dalam melawan perdagangan manusia.1 Protokol tersebut dimaksudkan untuk memberikan kerangka kerja hukum komprehensif untuk memfasilitasi kemitraan global dalam menginvestigasi dan mengusut perdagangan manusia. Pada saat yang sama, Protokol tersebut dibuat untuk memberikan perlindungan dan bantuan bagi para korban perdagangan manusia.

Menurut Protokol Perdagangan Manusia tersebut, perdagangan manusia didefinisikan sebagai: 2 

“… perekrutan, pengangkutan, pemindahan, penampungan atau penerimaan manusia, dengan ancaman atau penggunaan kekuatan atau bentuk-bentuk lain dari kekerasan, penculikan, penipuan, tipu daya, atau penyalahgunaan kekuasaan atau kedudukan rentan atau pemberian atau penerimaan pembayaran atau manfaat untuk memperoleh persetujuan dari pihak yang memegang kendali atas pihak lain, untuk tujuan eksploitasi. Eksploitasi mencakup, setidaknya, eksploitasi prostitusi pihak lain atau bentuk-bentuk lain dari eksploitasi seksual, kerja paksa atau jasa, perbudakan atau praktik-praktik yang serupa dengan perbudakan, kerja paksa atau pemindahan, penyalahgunaan atau implantasi organ.” 

Definisi perdagangan manusia terdiri atas tiga aspek berbeda. Pertama, adalah aspek tindakan yang berfokus pada perekrutan, pemindahan dan penyembunyian korban. Kedua adalah sarana yang menyebabkan korban berakhir pada situasi eksploitatif. Ketiga adalah tujuan dari eksploitasi. Di Indonesia, kejahatan perdagangan manusia diatur oleh Undang-Undang No. 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Kejahatan Perdagangan Manusia.  Pasal 1 butir 1 UU No. 21 Tahun 2007, Tanggal 19 April 2007 LNRI Tahun 2007 No. 58 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, menyatakan bahwa:

“Perdagangan orang adalah segala tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan atau penerimaan seseorang dgn ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang perorangan menjadi tereksploitasi.”

Laporan International Organization for Migration (IOM) menyebutkan, jumlah korban human trafficking di Indonesia antara tahun 2005 - 2017 mencapai 8876 orang. 3  Korban perempuan tetap menduduki peringkat paling besar yang mengalami perdagangan manusia. Korban anak-anak di bawah umur mencapai 15 persen. Laki-laki menjadi korban human trafficking sebelumnya bekerja sebagai Anak Buah Kapal (ABK). Kemudian, pada tahun 2015, mayoritas korban sindikat perdagangan manusia didominasi kelompok Buruh Migran Indonesia (BMI) yang dikenal dengan sebutan Tenaga Kerja Indonesia.4 Kementerian Pemberdayaan Perempuan memperkirakan, terdapat 20 persen tenaga kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri menjadi korban human trafficking. Organisasi Migrasi Internasional (IOM) menambahkan, 70% modus perdagangan manusia di Indonesia berawal dari pengiriman TKI secara ilegal ke luar negeri.

Dalam rangka memerangi praktek trafficking perlu memahami dan menghimpun persepsi yang sama tentang unsur dan karakteristiknya. Trafficking merupakan kegiatan atau tindakan mengeksploitasi orang perorangan atau lebih, dengan atau tanpa persetujuan dari korban, untuk memperoleh keuntungan baik materi maupun immateri. Sebagai bahan perbandingan bentuk-bentuk trafficking menurut The U.N. Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, Especially Women and Children dikategorikan menjadi 7 bentuk sebagai berikut: 5

  1. Trafficking for the exsploitation of prostitution of others (eksploitasi di bidang prostitusi atau yang menyerupainya)

  2. Trafficking for other forms of sexual exsploitation (eksploitasi dalam bentuk lain dari seksual)

  3. Trafficking for forced labor (eksploitasi dalam bentuk kerja paksa)

  4. Trafficking to place someone in a condition of servitude (menempatkan orang dalam kondisi perbudakan)

  5. Trafficking for the purpose of enslavement of someone (memperbudakan orang)

  6. Trafficking for purposes similar to slavery (memperlakukan seseorang serupa dengan perbudakan)

  7. Trafficking of organs, or the removal of organs from human beings (dalam bentuk perdagangan organ tubuh manusia)

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebut terdapat 12 modus perdagangan manusia di Tanah Air. Indonesia sebagai negara yang mengandalkan pariwisata menjadi salah satu tempat favorit bisnis ilegal tersebut. Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Sitti Hikmawati menyebut modus perdagangan yang kerap dilakukan yakni pengiriman buruh migran perempuan, pengiriman Pembantu Rumah Tangga (PRT) domestik, eksploitasi seksual, perbudakan, pengantin pesanan, pekerja anak, pengambilan organ tubuh, adopsi anak, penghambaan. Lalu duta seni, budaya, dan bahasa, serta kerja paksa hingga penculikan anak atau remaja. 6


Faktor Penyebab

Masalah human trafficking merupakan masalah yang multidimensional. Human trafficking dilihat sebagai kejahatan yang timbul karena beragam persoalan sosial yang melatarbelakanginya. Berikut ini beberapa faktor yang melanggengkan praktek human trafficking di Indonesia, menggunakan metode fishbone diagram yang dicetuskan oleh Kauro Ishikawa: 7




Analisa faktor penyebab perdagangan manusia bersumber dari salah satu penelitian yang dilakukan oleh David Wyatt, Australian Consortium for In-Country Indonesian Studies (ACICIS) pada tahun 2011 dengan judul “Memerangi Perdagangan Manusia di Indonesia”.8 Selanjutnya hasil penelitian tersebut, ditelaah dan dimasukkan ke dalam diagram fishbone seperti tertera di atas. Sub-faktor dari tiga faktor tersebut (kerentanan, katalis, permintaan) didukung oleh beberapa sumber penelitian dengan tema sejenis, yaitu terkait human trafficking.

  • Faktor Kerentanan

Paradigma pertama faktor-faktor Kerentanan merupakan faktor-faktor yang paling banyak mempengaruhi kadar kerentanan untuk seseorang menjadi korban perdagangan manusia. Contohnya, jika seseorang menderita sebagai akibat faktor Kerentanan kemiskinan, kadarnya kerentanan menjadi jauh lebih tinggi untuk seseorang tersebut menjadi korban perdagangan manusia dibandingkan jika dia tidak menderita sebagai akibat kemiskinan. Contoh ini benar juga untuk faktor Kerentanan lain seperti jika seseorang tidak ada kadar pendidikan yang rendah, dan-lain-lain. Kesimpulannya, jika seseorang menderita sebagai akibat salah satu atau beberapa faktor kerentanan, kadar kerentanannya untuk menjadi korban perdagangan manusia menjadi lebih tinggi dibandingkan jika seseorang tersebut tidak menderita sebagai akibat satu atau beberapa faktor Kerentanan.

Alasan faktor-faktor Kerentanan mempengaruhi kadar kerentanan untuk seseorang menjadi korban perdagangan manusia adalah perekrut dan penjahat lain yang beroperasi di dalam proses perdagangan manusia memburui dan mencari untuk orang-orang yang memiliki kadar kerentanan yang tinggi. Menurut pendapat dari  UNODC - An Introduction to human trafficking: Vulnerability, Impact and Action, menjelaskan bahwa perekrut mencari untuk orang-orang dengan kadar kerentanan yang tinggi:

“Perekrut dan Penjahat lain yang beroperasi di dalam proses perdagangan manusia mencari untuk calon korban yang miskin, lemah dan terisolasi.” 9

Jadi sudah jelas bahwa alasan faktor-faktor Kerentanan penting sekali dikarenakan perekrut dan orang lain yang beroperasi di dalam proses perdagangan manusia memburui dan mencari untuk seseorang yang ada kadar kerentanan yang tinggi. Kesimpulannya, faktor-faktor Kerentanan adalah faktor yang mempengaruhi kadar kerentanan untuk seseorang menjadi korban perdagangan manusia. Meskipun begitu, sangat penting untuk mengerti bahwa faktor kerentanan tidak penyebab seseorang menjadi korban perdagangan manusia di Indonesia.

  • Faktor Katalis

Faktor-faktor Katalis adalah paradigma baru yang memperlihatkan faktor-faktor yang paling penting mengenai memerangi perdagangan manusia di Indonesia. Akibatnya, faktor-faktor Katalis memperlihatkan faktor-faktor yang paling penting mengenai penyebab utama perekrut yang paling bertanggungjawab untuk membuat seseorang menjadi korban perdagangan manusia bisa beroperasi sangat bebas, dan penyebab utama skala perdagangan manusia di Indonesia menjadi besar. Paradigma Katalis diperinci menjadi tiga faktor Katalis utama dan akan dijelaskan sebagai berikut:

Faktor Katalis Satu. Perekrut dan penjahat lain yang beroperasi di dalam proses perekrutan bisa beroperasi sangat bebas. Faktor Katalis Dua. Memerangi perekrut dan penjahat lain yang beroperasi di dalam proses perekrutan tidak menjadi prioritas. Faktor Katalis Tiga. Banyak orang memiliki pandangan dan pengertian yang salah mengenai penyebab perdagangan manusia, misalnya menyalahkan faktor-faktor Kerentanan.

Tiga faktor Katalis tersebut mewakili faktor-faktor yang paling mempengaruhi situasi dimana perekrut dan penjahat lain yang membuat seseorang menjadi korban perdagangan manusia bisa beroperasi sangat bebas, dan dilanjutkan, faktor-faktor yang paling bertanggungjawab untuk skala persoalan perdagangan manusia menjadi sangat besar. Salah satu hal yang menarik dan penting sekali mengenai faktor-faktor Katalis adalah hubungan antara faktor-faktor Katalis. Faktor Katalis pertama mewakili faktor yang paling penting dan disebabkan oleh faktor Katalis nomor dua. Kemudian, faktor katalis nomor dua disebabkan oleh faktor katalis nomor tiga.

  • Faktor Permintaan

Faktor-faktor Permintaan mewakili paradigma ketiga di dalam tabel tiga paradigma yang mendaftar jenis permintaan utama untuk perdagangan manusia di Indonesia. Faktor-faktor permintaan utama tersebut yaitu permintaan untuk orang-orang yang diexploitasi lewat cara seksual atau bekerja. Salah satu faktor Permintaan utama adalah permintaan untuk orang-orang yang bisa diexploitasi lewat cara bekerja. Contohnya adalah banyak orang yang menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Menurut pendapat salah satu laporan internasional tentang perdagangan manusia, dianggap di Arab Saudi ada kira-kira 1,8 juta orang TKI dan diduga bahwa 43% menjadi korban perdagangan manusia. Selanjutnya, paling banyak TKI di arab Saudi adalah perempuan dan kira-kira setengah jumlah tersebut dibawah umur legal jadi dianggap anak-anak.10 

Demikian pula, kasus di mana pekerja rumah tangga yang diperkosa di Arab Saudi dianggap meningkat.11 Dan, korban yang dijanjikan bisa melakukan Umroh tetapi ternyata terpaksa bekerja sebagai pelacur juga dianggap meningkat. Di Malayu, masalah yang mirip mengenai pekerja rumah tangga juga ada tetapi jumlah TKI diduga 2,6 orang-orang Indonesia.12 Di negara-negara lainpun banyak orang Inonesia yang menjadi korban perdagangan manusia termasuk Singapore, Japan, Kuwait, Syria dan Iraq.13 Selanjutnya, permintaan untuk orang yang bisa diexploitasikan lewat cara perdagangan manusia juga berada di dalam negri Indonesia.14

Kesimpulannya, sudah jelas bahwa pokok utama permintaan untuk orang-orang Indonesia dieksploitasikan adalah lewat cara seksual dan buruh. Faktor ini disebut faktor Permintaan dalam paradigma human trafficking. 


Rekomendasi Kebijakan

Dari tiga paradigma mewakili faktor-faktor yang paling penting mengenai memerani perdagangan manusia di Indonesia. Tiga paradigma tersebut adalah faktor Kerentanan yang menjelaskan faktor-faktor yang membuat seseorang menjadi lebih rentan, faktor Permintaan yang didaftar jenis utama permintaan korban perdagangan manusia, dan faktor Katalis yang mendaftar faktor-faktor yang paling bertanggungjawab untuk skala perdagangan manusia menjadi besar. Pokok utama yang menjadi jelas sebagai akibat menganalisa tiga paradigma adalah faktor jenis utama Permintaan adalah jenis seksual atau buruh, faktor Kerentanan tidak merupakan penyebab utama seseorang menjadi korban, dan faktor Katalis merupakan faktor yang paling penting untuk memerangi perdagangan manusia di Indonesia.

Pendekatan yang yang berfokus dalam memerangi faktor Katalis utama merupakan pendekatan yang sangat efektif dan paling realistis dan logis untuk memerangi situasi di mana orang Indonesia menjadi korban perdagangan manusia. Pendekatan yang berfokus pada penanganan faktor Katalis utama dalam memerangi perdagangan manusia adalah pendekatan yang sangat efektif. Pendekatan tersebut yang memerangi situasi dimana perekrut bisa beroperasi sangat bebas akan memerangi beberapa persoalan yaitu penyebab seseorang menjadi korban, penyebab skala perdagangan manusia menjadi besar. Selanjutnya, pendekatan tersebut akan mengganggu proses perekrutan dan akibatnya, jumlah orang Indonesia yang akan menjadi korban perdagangan manusia akan menurun banyak sekali. Pendekatan yang berfokus pada penanganan faktor katalis utama dalam memerangi perdagangan manusia merupakan pendekatan yang paling logis. Seperti yang sudah sampaikan, pendekatan yang menangani faktor Katalis utama supaya memerangi perdagangan manusia sangat efektif dan sangat realistis. Selanjutnya, sudah dibuktikan bahwa pendekatan dasar pada penanganan faktor-faktor lain supaya memerangi perdagangan manusia, misalnya faktor-faktor Kerentanan dan Permintaan, tidak pendekatan yang realistis. Kesimpulannya, adalah pendekatan yang berfokus pada penanganan faktor-faktor Katalis utama supaya memerangi perdagangan manusia di Indonesia merupakan pendekatan yang paling efektif, realistis dan logis.

Pendekatan yang paling efektif, realistis dan logis untuk memerangi situasi dimana jutaan orang Indonesia menjadi korban perdagangan manusia adalah pendekatan yang berfokus atas memerangi faktor Katalis utama, yaitu memerangi situasi di mana perekrut dan penjahat lain yang beroperasi di dalam proses perekrutan bisa beroperasi sangat bebas. Caranya bagaimana, salah satunya dengan mengoptimalkan Gugus Tugas dan Satuan Tugas Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang telah dibentuk berdasarkan Perpres 69/2008 Tentang Gugus Tugas PP - TPPO. 15

Gugus Tugas PP-TPO terdiri atas bebesara sub gugus tugas, yaitu: pencegahan dan partisipasi anak, rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi sosial-pemulangan-reintegrasi, norma hukum, penegakan hukum, kerjasama dan kordinasi. Adapun di tingkat provinsi dibentuk gugus tugas di 31 provinsi dan 191 kab/kta (taun 2015). Untuk melaksanakan Gugus Tugas PP-TPPO setiap 5 tahun telah disusun Rencana Aksi nasional (RAN) PP-TPPO, saat ini sudah disusun RAN 2015- 2019 yang berisi kegiatan-kegiatan untuk ke 6 sub-Gugus Tugas PP-TPPO. Hal yang penting, Perdagangan orang/trafficking merupakan “organized crime”, sehingga perlu meningkatkan kerjasama, koordinasi, sinergi yang terorganisir dengan baik dan konsisten; Perdagangan orang merupakan pelanggaran HAM berat dan kejahatan kemanusiaan di abad modern yang perlu diberantas sampai ke akar-akarnya; terakhir Perdagangan orang terjadi di dalam maupun di luar negeri. Di Indonesia, tidak ada daerah yang steril TPPO, untuk itu perlu upaya-upaya advokasi, peningkatan penanganan dan pencegahan.


Notes

  1. UNODC. Preamble of the Trafficking in Persons Protocol, part two (2). Retrieved from http://www.unodc.org/documents/treaties/UNTOC/Publications/TOC%20Convention/TOCebook-e.pdf.

  2. Ibid, Art. 3

  3. http://www.indonesia.iom.int, diakses pada 5 Oktober 2019

  4. Everd Scor Rider Daniel, dkk, 2015, Human Trafficking di Nusa Tenggara Timur, Social Work Jurnal No. 1 Vol. 7

  5. The Office of the High Commissioner for Human Rights (UN Human Rights). (2000). Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons Especially Women and Children, supplementing the United Nations Convention against Transnational Organized Crime. Adopted and opened for signature, ratification and accession by General Assembly resolution 55/25 of 15 November 2000. Retrieved from https://www.ohchr.org/en/professionalinterest/pages/protocoltraffickinginpersons.aspx (diakses 5 oktber 2019)

  6. KPAI Beberkan 12 Modus Perdagangan Manusia di Indonesia. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190710031148-12-410730/kpai-beberkan-12-modus-perdagangan-manusia-di-indonesia (diakses pada 5 Oktober 2019)

  7. Ishikawa, Kauru. (1968). Guide to Quality Control. Toky: JUSE

  8. Wyatt, David. (2011). Memerangi Perdagangan Manusia di Indonesia. Australian Consortium for In-Country Indonesian Studies (ACICIS)

  9. United Nations Office on Drugs and Crime, An Introduction to Human Trafficking: Vulnerability, Impact and Action, United Nations, 2008, p7.

  10. Department of State, United States of America, Trafficking in Persons Report 10th edition, 2010, p176

  11. Ibid p177

  12. Ibid

  13. Ibid p176

  14. Ibid p177

  15. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. (2016). Pelaksanaan Gugus Tugas: Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Materi Rapat Koordinasi GT-PP TPO Nasional 27 Januari 2016.

Menilik Human Trafficking di Indonesia Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Admin

0 komentar:

Post a Comment

Terima Kasih telah mengunjungi blog saya. Mohon kritikan dan sarannya ya :)

Featured Post

#25 Meraba Urat Nadi Kehidupan di Pulau Larat

Nelayan di Pulau Larat Geliat kehidupan di Pulau Larat dapat diraba dari interaksi warga pada sumber daya alam, tradisi, da...

Visitors