Prestasi Sampah Plastik

Tahun 2015, Dr. Jenna Jambeck beserta tim (peneliti dari University of Georgia) mengeluarkan hasil penelitian mereka pada jurnal yang berjudul Plastic Waste Inputs From Land Into The Ocean.1 Dari data tersebut dikatakan bahwa Indonesia menempati posisi kedua sebagai penyumbang sampah plastik ke lautan di dunia. Selain Indonesia, negara yang menempati posisi 5 besar dengan jumlah sampah plastik terbanyak yang dibuang ke lautan yaitu: Tingkok (262,9 juta ton), Indonesia (187,2 juta ton), Filipina (83,4 juta ton), Vietnam (55,9 juta ton), dan Sri Lanka (14,6 juta ton). Diperkirakan sampah plastik dari Indonesia yang masuk laut adalah sebesar 0,48-1,29 juta metrik ton per tahun.

Salah satu masalah penting dalam penanganan sampah plastik di Indonesia adalah minimnya data mengenai pencemaran sampah plastik di laut dan kepulauan di berbagai wilayah Indonesia. Berangkat dari permasalahan mendasar terkait dengan ketersediaan data, sekitar tahun 2016-2017, Greenpeace Indonesia berinisiatif melakukan audit sampah di sejumlah lokasi di Indonesia (hasil penelitian dipaparkan dalam infografis di samping).

Pada November-September 2016 audit sampah dilakukan di Pulau Air, Pulau Karang Congkak, dan Pulau Bokor, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Sementara pada September 2017, audit dilakukan di Pulau Bokor dan lima kota di Indonesia, yaitu Padang, Pekanbaru, Bandung, Semarang, dan Yogyakarta.

Di pertengahan September 2018, Greenpeace Indonesia bersama dengan sejumlah komunitas lokal mengadakan audit merek sampah plastik di tiga lokasi, yakni Pantai Kuk Cituis (Tangerang), Pantai Pandansari (Yogyakarta), dan Pantai Mertasari (Bali).

Dari hasil audit merek tersebut, Greenpeace menemukan kemasan produk-produk dari Santos, P&G dan Wings sebagai yang terbanyak dari kegiatan bersih pantai dan audit merek di Pantai Kuk Cituis (Tangerang); Danone, Dettol, Unilever di Pantai Mertasari (Bali); dan Indofood, Unilever, Wings di Pantai Pandansari (Yogyakarta). Selain itu, tim menemukan cukup banyak sampah plastik yang tidak lagi terlihat mereknya. Ini mengindikasikan bahwa sampah tersebut sudah lama terbuang dan berada di lingkungan tersebut. 3

Secara global, hanya 9% sampah plastik yang didaur ulang dan 12% dibakar. Dengan kata lain, 79% sisanya berakhir di tempat-tempat pembuangan maupun saluran-saluran air seperti sungai yang bermuara ke lautan.4 Oleh sebab itu, merujuk pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah khususnya pasal 15, produsen harus bertanggung jawab atas sampah kemasannya, utamanya dengan mengubah model bisnisnya untuk mengurangi dan menghentikan penggunaan kemasan plastik sekali pakai. Model bisnis yang dimaksud adalah pengemasan atau pengiriman produk yang menghindari plastik sekali pakai.

Rekomendasi Kebijakan

Regulasi terkait pengelolaan sampah sebenarnya sudah tertuang dalam UU No. 18 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Sampah. Produsen mempunyai tanggung jawab besar untuk menyelesaikan masalah sampah plastik yang mereka ciptakan, sementara pemerintah harus bisa tegas terhadap para produsen seperti yang tertuang dalam undang-undang tersebut. Hal ini semakin diperkuat dengan kehadiran Peraturan Presiden No 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut.

Pertama, kehadiran regulasi perlu disambut secara positif, tetapi dalam pelaksanannya belum secara tegas mendorong produsen untuk mengubah kemasannya menjadi dapat digunakan secara terus-menerus atau diisi ulang. Pasalnya, beleid tersebut mengutamakan produksi plastik yang mudah terurai dan dapat didaur ulang, dalam arti lain, masih sekali pakai. Bila kebijakan perusahaan dan pemerintah hanya sebatas daur ulang dan menggunakan plastik ramah lingkungan, maka target Indonesia mengurangi 70% sampah plastik di lautan pada 2025 hanyalah sekadar mimpi di siang bolong.

Kedua, dari sisi upaya penanggulangan sampah plastik yang sifatnya yang sulit terdegradasi di alam menjadikannya penyumbang limbah terbesar yang menyebabkan rusaknya keseimbangan alam. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Reni Silvia Nasution, dari Prodi Kimia UIN Ar-Raniry, Banda Aceh, Indonesia, patut menjadi masukan bagi para pengambil kebijakan.5 Tiga cara penanggulangan limbah plastik yang meliputi mengurangi penggunaan kantong plastik dengan menggantinya dengan alat (kain) untuk membungkus barang atau dikenal dengan furoshiki; pengolahan limbah plastik menggunakan metode fabrikasi; dan penggunaan plastik biodegradable yang lebih mudah terurai di alam. Tiga cara tersebut diharapkan dapat menjadi solusi bagi penanggulangan limbah plastik.

Ketiga, belajar sistim pengelolaan sampah plastik dari Thailand.6  Adanya aliansi dilakukan dengan membangun hubungan yang erat dengan industri daur ulang, industri pengolah plastik, pemerintah daerah, LSM, komunitas sekolah, dan vihara dengan cara-cara seperti: (1) pembentukan waste bank (bank limbah) di sekolah-sekolah dan di perkampungan; (2) aktivitas Pha Pa Khaya, memberikan donatur kepada pendeta di vihara. Umat vihara menyerahkan limbah sampah yang sudah dipisah dari rumah ke vihara terdekat. Bila terkumpul banyak, perusahaan akan mengambil pilahan limbah tersebut dan menyerahkan hasil penjuakan ke vihara; (3) penyelenggaraan waste market (Pasar Limbah), warga beramai-ramai membawa hasil pilahan limbah terpisah ke pasat tersebut dan perusahaan membeli dari warga. Harga limbah yang sudah dipisahkan, ditentukan standar dan harganya.


Notes

  1. Jambeck, dkk. 2015. Plastic Waste Inputs From Land Into The Ocean. Marine Pollution. Sciencemag.org. Vol 347, 768–771.

  2. Kegiatan audit merek ini adalah bagian dari aktivitas global bersama dengan mitra-mitra yang tergabung dalam gerakan Break Free From Plastic. https://www.breakfreefromplastic.org/

  3. Ibid

  4. Roland Geyer, Jenna R. Jambeck, and Kara Lavender Law. Production, use, and fate of all plastics ever made. Science Advances  19 Jul 2017: Vol. 3, no. 7, e1700782. DOI: 10.1126/sciadv.1700782. Reteieved from http://advances.sciencemag.org/content/3/7/e1700782.full (diakses 5 Oktober 2019)

  5. Nasution, R.S. (2015). Berbagai Cara Penanggulangan Limbah Plastik. Elkawnie: Journal of Islamic Science and Technology Vol. 1, No.1, Juni 2015 (www.jurnal.ar-raniry.com/index.php/elkawnie)

  6. Sahwan, F.L, dkk. (2005). Sistem Pengelolaan limbah Plastik di Indonesia. Jurnal Teknik Lingkungan P3TL-BPPT. 6(1):311-318

Prestasi Sampah Plastik Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Admin

0 komentar:

Post a Comment

Terima Kasih telah mengunjungi blog saya. Mohon kritikan dan sarannya ya :)

Featured Post

#25 Meraba Urat Nadi Kehidupan di Pulau Larat

Nelayan di Pulau Larat Geliat kehidupan di Pulau Larat dapat diraba dari interaksi warga pada sumber daya alam, tradisi, da...

Visitors